Menurut Prof. Dr. Husmy Yurmiati, Ir., MS., guru besar Fakultas Peternakan
Unpad, daging kelinci bisa jadi alternatif pemenuhan daging di Indonesia. Ada lima
potensi yang bisa dihasilkan dari seekor kelinci, yakni
food (makanan),
fur (kulit bulu),
fancy (binatang hias),
fertilizer (pupuk), dan
laboratory (penelitian). “Kelinci itu hewan yang kecil, tapi prospeknya besar,” ujar Prof. Husmy selaku pakar Produksi Ternak.
Tidak mudah memang untuk mengenalkan kelinci sebagai produk pangan.
Selain belum memiliki pasar yang baik, tidak banyak orang mau memakan
daging kelinci karena belum terbiasa .
“Memang tidak mudah untuk menyosialisakan daging kelinci. Pada tahun
1980 pemerintah telah menggalakkan ternak kelinci sebagai ternak
penghasil daging untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, namun masih
banyak kendala, karena masyarakat belum terbiasa makan daging kelinci,
dan faktor
bunny syndrome,” terang Prof. Husmy.
Padahal, dari segi kesehatan daging kelinci memiliki banyak manfaat.
Tekstur daging kelinci hampir sama dengan daging ayam, bertekstur halus
dan berwarna putih. Daging kelinci memiliki kadar protein yang sama
dengan daging ayam namun memiliki kadar kolesterol yang rendah, sehingga
cocok dikonsumsi bagi penderita darah tinggi, jantung dan kolesterol.
Selain itu, daging kelinci pun tidak banyak menggunakan bahan-bahan
berbahaya yang mengancam tubuh manusia.
Lebih lanjut ia mengatakan, daging kelinci bisa diolah menjadi
penganan apa saja. Ia pun pernah mengolah daging kelinci menjadi sate,
bakso,
burger,
nugget, tongseng, bakso tahu, hingga
abon. Diakuinya, daging kelinci memiliki rasa yang enak. Setiap jenis
kelinci pedaging memiliki cita rasa tersendiri dan membutuhkan resep
pembuatan yang khas.
Sayangnya, potensi tersebut belum didukung dengan manajemen pemasaran
yang pas. Diakuinya, pasar yang belum banyak juga ditambah dengan
produksi kelinci yang belum banyak pula. Hal inilah yang menyebabkan
harga daging kelinci di pasaran masih relatif mahal.
“Kita sempat akan mengisi daging kelinci sebagai menu gizi di rumah
sakit, tapi sayangnya pasokannya kurang karena pasarnya yang juga
kurang. Kita juga mengadakan kegiatan untuk membuka pasar, namun
kelincinya yang sulit,” ungkapnya.
Prof. Husmy merupakan pengurus dari Himpunan Masyarakat Perkelincian Indonesia (Himakindo) juga anggota dari
Asian Rabbits Production Asociation (ARPA) dan
Word Rabbits Science
(WRSA). Melalui organisasi ini ia terus melakukan penyuluhan mengenai
potensi kelinci kepada masyarakat, serta menjadi pembicara dalam seminar
tentang kelinci di dalam dan luar negeri.
Menurutnya perkembangan daging kelinci di luar negeri telah
berkembang pesat, bahkan peternakan kelinci sudah menjadi industri besar
seperti halnya ternak unggas. “Perkembangan ternak kelinci sebagai
bahan pangan di Indonesia, sudah mulai kearah yg menggembirakan,
terbukti dengan semakin banyak dijumpai tempat kuliner daging kelinci,
diantaranya di sepanjang jalan Bandung-Lembang,” ungkapnya.
Prof. Husmy pun merintis penelitian mengenai kelinci di Fapet Unpad.
Diakuinya, belum banyak literatur mengenai kelinci pada saat ia merintis
penelitian tersebut. Namun, upayanya tidak sia-sia. Kelinci mampu
menjadi daya tarik mahasiswa Fapet Unpad untuk menelitinya. Ada yang
fokus pada produksi daging, ada pula yang tertarik di bidang sainsnya.
Sampai saat ini, telah banyak penelitian mengenai kelinci yang
dilakukan oleh mahasiswa arahan Prof. Husmy. Bukan hanya dari Fapet
Unpad, ada juga mahasiswa dari luar Fapet Unpad yang meneliti mengenai
kelinci untuk tugas akhirnya. “Saat ini ada penelitian yang fokus pada
pengolahan kulit kelinci, baik untuk pembuatan kerupuk kulit kelinci,
hingga pembuatan serat pakaian dari kulit dan bulu kelinci,” tambahnya.
Prof. Husmy pun menjadi pembina di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Rabbit Ranch Fapet Unpad.
Melalui Rabbit Ranch, Prof Husmy pun aktif memberikan seminar,
penyuluhan, dan pameran penganan dari daging kelinci kepada masyarakat
banyak. Salah satu kegiatan yang mencakup hal tersebut adalah
Rabbit Day.
“
Rabbit ranch itu tempat kegiatan mahasiswa yang
concern
terhadap kelinci untuk mengenal lebih jauh mengenai dunia perkelincian.
Saya pun suka kasih motivasi kepada mahasiswa jangan hanya memelihara
kelinci, tapi fokus juga pada pakan,
breeding serta manajemennya,” katanya.
Guru besar yang baru saja dilantik pada April 2013 lalu ini menyimpan
segudang harapan mengenai kelinci. Impian terpendamnya adalah
mengembangkan “Kampung Kelinci”, yakni membina suatu desa yang bergerak
di bidang perkelincian, mulai dari pemeliharaan, pembuatan pakan, hingga
pengolahannya.
“Saya kira dengan hal tersebut, kelinci bisa semakin dikenal kepada
masyarakat sebagai produk pangan yang baik. Selain itu, juga bisa
meningkatkan
income masyarakat melalui Kampung Kelinci,” pungkasnya.
sumber:
http://www.unpad.ac.id/profil/prof-dr-husmy-yurmiati-ir-ms-daging-kelinci-bisa-jadi-alternatif-pemenuhan-daging-di-indonesia/